TANAHKU, MILIKKU, MILIKMU, MILIK KITA!

TANAHKU, TANAHMU, MILIKKU, MILIKMU, MILIK KITA!
catatan 70 tahun kemerdekaan negeriku..

Tanah ini, REPUBLIK INDONESIA, telah merdeka selama 70 tahun. Bukan tanpa alasan yang kuat dan bukan dengan tanpa perjuangan. Tanah ini merdeka diharapkan untuk selamanya, bukan hanya tanahnya tapi juga orang-orangnya. Bebas dari perbudakan manusia, bebas dalam meraih pendidikan, bebas dari pengebirian Hak Asasi Manusia, bebas dari ketidak amanan dan ketidak nyamanan, bebas dari segala hal buruk yang mencederai sebuah arti demokrasi. Merdeka ini bukan hanya untuk 70 tahun ini saja, tidak seperti lagu Ed Sheeran - Thinking Out Loud yang hanya akan mencintai pasangannya sampai umur 70 tahun. Merdeka ini punya arti besar, punya harapan besar. Sebagaimana dalam salah satu pidatonya, salah satu founding father kita, Ir. Soekarno, menyatakan “A THOUSAND MAN JUST CAN DREAM, BUT A YOUNG MAN CAN CHANGE THE WORLD!”, negara ini punya harapan besar pada generasi mudanya!

Iya, generasi muda lah yang meneruskan cita-cita para pahlawan, yang kelak mampu mengubah negara ini bahkan dunia. 70 tahun kemerdekaan RI negara kita tak jua menyandang status negara maju, sementara Korea Selatan yang merdekanya lebih muda daripada kita, tepatnya tanggal 15 Agustus 1948, sudah menyandang status NEGARA MAJU. Banyak faktor yang melatar belakangi, seperti yang saya pernah baca dalam forum opini di suatu portal berita, salah satunya adalah, Korsel lebih mengutamakan ekspor (mereka mencoba bersaing dengan Jepang). Dia banyak mengekspor barang ke luar negeri gingseng tersebut dan meminimalisir impor barang, jangan salah rakyat-rakyat nya pun sejak dini sudah diajarkan untu mencintai produk bangsanya juga sehingga mereka lebih bangga menggunakan produk buatannya sendiri.

Berbeda dengan Indonesia, kita yang KATANYA sudah swasembada beras masih mengimpor beras dari Thailand dan Filipina yang luas daerahnya pun lebih kecil daripada kita dan tidak se-strategis kita. Seakan-akan kita lupa bahwa tanah kita adalah tanah yang subur, sebagai zamrud khatulistiwa kita pun harusnya menyadari itu, bagaimana mungkin negara agraris yang menurut suatu data yang pernah saya baca 70% rakyatnya bermata pencaharian petani masih mengimpor beras ke negara lain yang -maaf- kurang strategis daripada kita. Sangat-sangat MAKE NO SENSE. Ditambah lagi, arus globalisasi yang luar biasa ini menyeret para muda-mudi untuk mencintai produk buatan negara lain. Coba kita lihat di televisi saja, yang ditonton oleh jutaan pasang mata warga Indonesia, banyak artis terutama artis-artis muda yang lebih bangga mengenakan merek-merek ternama buatan negara lain, jarang sekali kita lihat mereka berkoar-koar tentang “Ini sandal rotan, enak dipake lhoo, bikinan Indonesia”.

Hal ini juga dalam masalah makanan kadang kita sendiri pun lebih menyukai fast food atau makanan negara lain sementara membenci makanan khas Indonesia sendiri. Saya pernah melihat kejadian dimana ada orang kaya, WNI, yang kalau makan siang dia memilih terbang ke Singapura dan tidak menyukai makanan Indonesia sama sekali di rumahnya. Dia suka sekali naik pesawat hanya untuk makan di Singapura dan makan-makanan Singapura. Padahal sebenarnya gampang lho, kalau ingin makan-makanan luar negeri yang enak tapi tetap mencintai produk dalam negeri adalah makan INDOMIE. Iya, misalnya orang kaya tadi, kalau ingin makan-makanan singapura, bisa tetap LOVE INDONESIA dengan makan Indomie yang rasa Laksa. Tak perlu repot-repot ke luar negeri. Buang-buang uang dengan naik pesawat. Saya sendiri pun belum pernah naik pesawat, naik pesawat hanya di Museum Dirgantara (maaf curhat).

Selain itu kita, rakyat Indonesia, terutama generasi muda, kurang bersyukur terhadap apa yang ada. Bagaimana mungkin dan bisa-bisanya para generasi muda lebih suka turun ke jalan, merengek-rengek pada pemerintah, menyalahkan pemerintahan yang sekarang, sementara sebenarnya mereka tidak paham dengan apa yang mereka lakukan? Menurut survey, kebanyakan mereka turun ke jalan bukan atas dasar meninggikan demokrasi dan darah nasionalisme, tapi hanya atas dasar IKUT-IKUT teman, atas dasar perut yang lapar, atas dasar penuntutan hak, namun, benarkah kita sudah melaksanakan kewajiban kita? Mengapa kita menuntut hak dahulu sementara kewajiban tidak kita tunaikan dahulu? Teman saya yang dulunya tinggal di pedalaman di Sumatera, yang di sekitar rumahnya masih ada ular sebesar pohon pinang, tidak tercantum namanya di peta, dan desa nya mungkin namanya belum di daftarkan (masih beruntung kita yang di Jawa kan?), dia bahkan tidak menuntut apa-apa dari pemerintah, dia pernah berkata dengan lantang di depan kelas kala ia berpidato, “MARILAH KITA TIDAK SELALU MENYALAHKAN PEMERINTAH, MARILAH KITA MULAI BERTANYA PADA DIRI KITA SENDIRI KONTRIBUSI APA YANG TELAH KITA BERIKAN KEPADA NEGARA INI!”.

Jujur, pernyataannya itu menampar saya kala itu, saya yang masih idealis dan egois yang masih sering menyalahkan pemerintah. Setelah teman saya berkata demikian, saya sadar bahwa saya sudah sangat beruntung, utamanya di Jawa ini, pemerintah sudah sangat memperhatikan dan mendahulukan yang ada di Jawa, termasuk pendidikan, pendidikan disini lebih mudah dan terjangkau, tak seperti di luar Jawa. Ingatkah kita pada berita beberapa waktu lalu tentang anak-anak pedalaman yang untuk mencapai sekolahnya saja harus melewati jembatan putus ala film Indiana Jones dan harus melewati sungai yang alirannya luar biasa deras? Betapa semangatnya mereka meraih ilmu, sedangkan kita? Sekolah mudah angkutan gampang masih saja mengeluh! sudahkah kita peduli pada mereka? Yakinkah kita sudah peduli? Mengapa jika pemerintah tak turun tangan tidak kita sendiri yang membantu dulu? Tidak asal koar-koar di pinggir jalan yang mungkin mereka yang mendengar dan melihat bahkan pemerintah sendiri bisa berkata “NEVER MIND, I DON’T CARE”.

Hai kawan, pemerintah tidak akan tutup mata, yakinlah, ada konstitusi yang melindungi hak-hak warga negara. Untuk mewujudkan hak-hak kita itu tentunya yang pertama kali kita lakukan adalah melaksanakan kewajiban kita. Mulai dari diri sendiri, tanyakan kepada kita, “APAKAH KONTRIBUSI KITA PADA NEGARA INI?”. Nah lepas itu, lakukan yang terbaik untuk negara dan bangsa ini, cara yang paling mudah adalah menuruti perintah orangtua dan agama serta belajar dengan sebaik-baiknya. Teruskan perjuangan pahlawan kita dengan melakukan yang terbaik untuk bangsa ini sehingga kelak anak cucu kita bisa menikmati hasil kerja keras ini dengan tersandangnya predikat “MAJU” untuk bangsa ini. Kita adalah pahlawan untuk diri kita dan negara ini! Semangat perjuangan tak pernah pudar, SALAM ‘45! Jaya Indonesiaku, Merdeka Bangsaku, Merdeka Tanah Airku, Majulah Hai Pemuda-Pemudiku!!!


Karya : Mahasiswi ndableg nan unyu yang belum bisa berkontribusi dengan baik (maaf pak, bu, pak, bu, pahlawan. :’( ), Dewi Khusnul Khotimah.

Comments

Popular posts from this blog

Puisi Kontemporer

This Is Me - Demi Lovato ft. Joe Jonas

SALAM HANGAT UNTUK CALON FISKUS